Senin, 20 Februari 2012

Kumpulan Puisi dari sebuah Novel "masihkah senyum itu untukku" Oleh Hendra Veejay

Aku bukan manusia suci
Yang mencintai Penciptanya tanpa berbagi
Aku manusia biasa
Yang nyata perlu cinta dari hati ke hati
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Ajarkan aku menjadi naif
Senaif dirimu yang mampu tersenyum dalam beban
Atau setidaknya ajarkan aku lagi
Untuk menerima tanpa harus hanyut
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Separuh nafas jiwaku kau minta
Aku coba berkaca pada air mata
Bertanya pada suara yang lelah
Apa aku masih punya yang kau minta?
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Mungkin canda akan serba nyata
Atau jelang senja lagi saat kita bersama
Tertawa, dan bermain mata
Cinta…? Sepertinya kan?
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Kuhadirkan kau ke dalam mimpi ini
Untuk setia mendengar cerita perjalananku
Tapi sampai saat ini kau hanya tersenyum
Padahal aku ingin kau menjawab
Mengapa aku masih harus mencintai kebaikan
Yang pada akhirnya juga akan sirna…
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Masalah hanyalah sebentuk bumbu di kehidupan manusia, tapi seperti juga dalam masakan. Kalau terlalu banyak bumbu juga tidak akan terasa enak.
Dan sekarang bumbuku juga terlalu banyak.
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Sosok biru menahan jiwa yang memang sudah ada
Sosok lama yang hadir serupa kabut senja
Aku tahu kau ada…
Untuk siapa ?
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Rasa memiliki itu seperti sel
Atau seperti fatamorgana ?
Dia akan pecah dari satu menjadi seribu
Tapi dia akan hilang kalau tersentuh sebelum waktu
Maka kita tetap harus menyimpannya
Suka atau tidak suka
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Alur sungai di pipi itu telah kering
Tapi dia mungkin akan kembali
Seiring waktu, seiring doa, seiring rasa
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Kenapa dunia tidak selalu seirama
Saat harap… Saat lepas…
Saat itu aku menggigil
Karena dia yang datang bukan yang aku minta
……
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Aku kangen…
Bukan padamu. Tapi pada jiwamu
Ketegaranmu. Kemisteriusanmu. Sosokmu
Tapi kau pilihanku.
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Tolong ceritakan padaku
Apakah cinta masih punya arti bagi kita?
Sedang nyata kita sudah terlelap
Dalam remang bilik yang kita bangun sendiri
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Izinkan aku kecewa dalam kepasrahanku ini
Kenapa aku tetap harus menyerah
Pada barisan teka-teki-Mu
Yang bernama takdir?
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Sering kutanyakan dalam hati
Mengapa kita semua harus terbangun
Dari ranjang mimpi yang kita pilih sendiri
Padahal aku enggan
Karena hidup, bagiku tak seindah mimpi
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Berikan aku waktu sejenak untuk bernapas di sini
Sebelum aku mati karena ikatan rindu
Sebelum aku pulang lagi ke tempat dulu
Sebelum… sebelum kau tahu
Aku masih yang dulu
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Tanya itu jadi satu di kalbu
Bersama rasa seirama surya
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Kini tapakku di atas dunia
Hantarkan puja pada-Nya
Seiring rasa…
Dan tanya yang seketika ada
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Ya Allah, sudah waktu satu pertiga malam
Betapa cepat waktu berlalu
Tapi hidupku begitu pula
Jika ini adalah ujian
Yang harus aku tempuh
Dengan tangan dan kaki yang lelah
Maka akan aku jalani semua dengan
Kesadaran tanpa batas
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Kala jejak sahabat menjauh
Tanpa ujung dan rasa yang tersisa
Kala mimpi ini tinggal separuh
Sebab separuh terjepit di tapaknya
Separuh lagi? Susah payah kuangkat di bahu ini
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Sebab cinta tetap cinta
Sebening telaga atau air mata surga
Sejalan dengan belati atau duri
Itulah cinta,
masih ada yang bertanya?
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Hari itu berlalu
tertiup jam yang diganti menit
dan menit pergi tak kembali
Meninggalkan sesal dan detik terakhir
yang tak mampu mengusir galau
Jangan tanya mengapa
Karena detik
hanya detak jantung
yang tak kembali


Tak satupun ada yang ingin tertutup kabut
namun jika angin salah sampaikan salam
apakah berarti harus berlalu dalam diam?
aku hanya ingin menyapa cinta
pada bayangan yang semakin maya.
Sungguh…
aku tak ingin kehilangan mentari lagi…


Maka kiranya diri-Mu ya Allah
mencukupkan aku dengan segala ketentuan-Mu
Sungguh, segala rasa yang ada
hanyalah milik-Mu
“La haula walaa quwwata
illa billaahil ’aliyyul ‘azhim”
(Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)


Kecewa ini tak pantas kubawa
Entah pada siapa atau pada apa harus kutimpakannya
Kecewaku kini tak bermuara
Tak sanggup lagi mengadu luka
Bahkan limpahkan rasa dalam air mata
Tuhan…
Perkenankan aku mati untuk sementara

0 Komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...