Kamis, 08 Desember 2011

[Renungan] Menyatakan Maaf, Bukanlah Kelemahan Diri

Kata maaf, sering kita gunakan sebagai kata pembuka untuk memperlancar suatu komunikasi. Sebagai contoh, "Maaf pak, sekarang jam berapa?"

http://2.bp.blogspot.com/_lqbRhSFdbiM/TSCg6DVZRfI/AAAAAAAABSQ/BrEnX7oULmc/s640/Puisi+Penyesalan+Cinta.jpeg

Kata maaf bisa digunakan dalam banyak arti, tetapi yang paling
efektif adalah jika digunakan dalam bentuk terapi untuk memulihkan
rusaknya suatu hubungan antarmanusia. Kata ini bisa diibaratkan
sebagai "pelumas" hubungan antarmanusia.

Sayangnya, untuk mengatakan kata maaf ini begitu sulit, ketika kita
berniat menerapkannya dalam masalah-masalah serius. Seakan ego kita
menyumbat tenggorokan untuk mengeluarkan kata maaf.

Bahkan, kita sering terjebak dalam asumsi yang salah, yakni
menyatakan maaf untuk suatu kesalahan yang kita buat, seolah
mempertontonkan kelemahan diri. Padahal, sering terjadi kesalahan
kita yang menyebabkan orang lain sakit hati, dilakukan tanpa pikiran
yang jernih, tanpa sengaja, dan terbawa emosi. Setelah sadar kita
menyesal sendiri, tapi kenapa kata maaf begitu sulit keluar dari
mulut kita?

Menyerukan kata maaf, sebaiknya setepat mungkin, baru bisa didapat
intisarinya. Inti kata maaf adalah kerendahan hati karena kita mau
mengakui, mau menyatakan diri telah melakukan kekhilafan dan
memperlihatkan kebesaran jiwa, yaitu telah mampu melepas ego yang
membelenggu. Dengan demikian, menyatakan maaf dimaksudkan untuk
memulihkan hubungan sekarang dan masa-masa selanjutnya.

Jika kita menyatakan maaf dengan royal, kita kehilangan makna yang
bermanfaat yang kuat dari kata yang satu ini. Coba simak dialog Mpok
Minah dalam sinetron Bajaj Bajuri di sebuah stasiun televisi swasta.
Kita dibuat tertawa, mendengar si Mpok Minah selalu memulai setiap
kalimat yang keluar dari mulutnya dengan kata maaf.

Kata maaf, bisa keluar menjadi bentuk ejekan pada orang yang kita
beri kata maaf tersebut. Bentuk ejekan itu akan terasa jika kita
salah melafal dalam alunan nada yang dibuat-buat. Orang yang menerima
kata maaf dari suara kita akan merasakan bahwa pernyataan maaf itu
hanyalah basa-basi, dan lebih parah lagi jika dirasakan sebagai
ejekan semata. Akibatnya, kata maaf bukan lagi merupakan penyataan
kerendahan hati dan kebesaran jiwa yang telah mengakui kekhilafan
diri.

Manipulasi Emosi

Dalam hubungan di lingkup bermasyarakat dan keluarga, pasti tidak
terlepas dari masalah manipulasi emosi (perasaan). Ketika mengatakan
maaf tidak dilakukan hanya sekadar ucapan, tetapi dilakukan dalam
bentuk yang lebih mendalam lagi, yaitu melalui perbuatan yang
merupakan perbaikan tingkah laku, berarti inti dari kata tersebut
menjadi semakin bermakna.

Meskipun demikian, tidak jarang kita terjebak dalam permainan
manipulasi emosi antara pemberi dan penerima maaf itu. Perasaan
bersalah atau tanggung jawab sebetulnya adalah sebuah bentuk yang
amat halus dari manipulasi emosi.

Ketika seseorang menyatakan maaf melalui perbaikan perbuatannya, maka
sadar atau tidak, penggunaan rasa bersalah, rasa berkewajiban, dan
ketakutan pada orang lain atau pasangan, merupakan pemenuhan kemauan
diri sendiri. Dalam hal ini, meminta maaf dan memanipulasi emosi bisa
menjadi sebuah lingkaran setan. Hal semacam ini biasanya terjadi
dalam relasi dengan teman dan keluarga, yang terkait dengan urusan
pendidikan, pekerjaan, dan hubungan antarpasangan.

Masalahnya kemudian, jika kita sudah terjebak dalam permainan
manipulasi emosi ini, baik sebagai pelaku atau pihak yang
jadi "korban", maka hal itu bisa menjadi sebuah kebiasaan. Apalagi si
pelaku (orang yang meminta maaf) sudah tahu kelemahan kita, maka hal
itu akan sering terjadi.

Kadang-kadang, si pelaku tidak sadar telah memanipulasi atau menekan
emosi orang lain. "Ilmu" memanipulasi ini dimanfaatkan untuk mencapai
keinginannya. Jika dia memakai teknik itu dan merasa sukses, serta
tidak ada orang yang memprotes, teknik itu akan dipakai terus-
menerus. Perbaikan tingkah laku yang menggantikan kata maaf akhirnya
hanya menjadi suatu permainan manipulasi emosi dan pemuasan ego
semata.

Berikut beberapa petunjuk menghadapi orang yang mulai memainkan ilmu
manipulasinya, terutama pada saat menghadapi pertengkaran:

* Jangan membuat kesalahan dengan mengambil alih kekuasaan. Tarik
napas, tenangkan diri, maka kita bisa ambil energi untuk kejernihan
pikiran dan emosi.

* Waspadalah terhadap sikap mera-sa benar sendiri. Jangan membuat
pembelaan diri, jangan membalas teriakan dengan teriakan.

* Hindarilah petengkaran yang tak kunjung habis, berlalu secepat- nya
dengan damai. Jangan terlibat diskusi.

* Jangan menyinggung kepribadiannya, maka kita bisa terhindar dari
sikap intimidasi masing-masing pihak

* Selesaikan pertengkaran dengan pikiran yang tetap terkendali.
Jangan memperuncing keadaan dengan membongkar masalah yang sudah
lalu. Dengan demikian, kita bisa menyelesaikan masalah dengan tidak
membuat masalah baru.

sumber

0 Komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...